Halaman

Sabtu, 19 Oktober 2013

Konflik

Menurut Winardi (1994), konflik dapat diartikan adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang - orang, kelompok dengan kelompok atau organisasi dengan organisasi. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, pandangan, interpretasi, persepsi serta kepentingan antar individu atau antar kelompok dalam organisasi, yang menimbulkan pertentangan atau perselisihan.

Konflik merupakan hal yang  tidak  bisa  dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak faktor yang pada intinya  karena organisasi terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.

Konflik antar kelompok adalah konflik yang terjadi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Konflik antar kelompok melibatkan lebih dari satu kelompok. Saat paling tepat untuk menghadapi konflik ini adalah ketika jumlah orang yang terlibat masih kecil atau sedikit.

Contoh Kasus Konflik :
Konflik Wartawan vs SMA 6 Jakarta
Bermula pada hari Jumat (16/09/2011). Seperti biasa, SMA 6 dan SMA 70 melakukan aksi tawuran. Pada saat kejadian itu berlangsung, kebetulan wartawan Trans 7 meliput kejadian tersebut. Menurut berita, anak SMA 6 kurang suka diliputnya aksi tawuran mereka. Akhirnya mereka merampas video rekaman tersebut dan melakukan pengeroyokan kepada wartawan tersebut yang bernama Angga Oktaviardi.

Karena hal tersebut, akhirnya keesokan harinya wartawan berkumpul di depan SMA 6 untuk meminta pertanggung jawaban sekolah. Kejadian ini berlangsung pada saat istirahat jam ke-2. Pada saat pulang sekolah, siswa-siswi tidak dapat langsung keluar karena banyaknya wartawan yang mencoba masuk. Para siswa diamankan dengan mengunci gerbang sekolah.

Perwakilan dari wartawan melakukan pembicaraan dengan SMA 6 di sekolah. Namun, pembicaraan yang berlangsung baik-baik itu, tidak dibarengi dengan tindakan wartawan dan siswa di luar sekolah. Bentrokan terjadi dan polisi mencoba menenangkan dengan mengeluarkan tembakan di udara.

Empat wartawan menjadi korban. Mereka adalah Yudistiro, wartawan SINDO; Banar Fil Ardi, wartawan online Kompas.com; Panca Surkani, wartawan Media Indonesia dan Septiawan, wartawan Sinar Harapan.

Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Imam Sugianto membantah bahwa pihaknya tak melakukan tindakan dalam menghentikan sejumlah kasus tawuran yang sering terjadi di SMA 6 dan SMA 70 Jakarta. namun, ia membenarkan bahwa pertikaian antarkedua sekolah tersebut memang telah terjadi puluhan tahun. “Akar tawuran sma 6 itu harus kita lihat. Itu kan sudah puluhan tahun. Saya belum tahu, tapi analisis saya apakah pertentangan antara SMA 6 dan SMA 70 diwariskan. Itu yang harus dicari. Itu bukan hanya tugas Polri, tetapi semua pihak,” tuturnya.

Penyebab konflik terjadi :

Awalnya peristiwa ini terjadi karena kebiasaan dari SMA 6 dan SMA 70 yang sudah mempunyai konflik dari tahun ke tahun. Sebenarnya wartawan hanya memenuhi tugasnya untuk mencari berita, yang kebetulan wartawan sedang meliput tawuran antar pelajar tersebut. Tawuran memang sering terjadi di kalangan pelajar, tidak heran kalau pencari berita sering memberitakan tentang tawuran antar pelajar. 
Merampas video rekaman dan melakukan pengeroyokan kepada wartawan bukanlah prilaku yang tepat. Sebagai pelajar Indonesia, sudah seharusnya berusaha untuk menggapai cita-cita, berusaha membahagiakan orang tua yang sudah banting tulang membiayai pendidikan, jangan sampai image tawuran melekat pada pelajar –pelajar Indonesia.

Kasus kekerasan siswa SMA 6 terhadap wartawan merupakan cerminan belum dewasanya masyarakat dalam menyelesaikan masalah dan konflik. KPAI melihat kasus ini  adalah kegagalan pendidikan karakter di sekolah.
Faktor sering terjadinya tawuran:
·         Faktor psikologi
·         Budaya
·         Sosiologis
·         Faktor internal : keluarga, ekonomi dan faktor lingkungan

Cara menyelesaikannya :

Kasus kekerasan tersebut harus dituntaskan dengan dilakukannya perundingan atau musyawarah terhadap kedua belah pihak, baik dari pelajar SMA 6 Jakarta dengan wartawan. Dengan mencari tahu apa penyebab konflik tersebut, dan membuat perjanjian damai antar kedua belah pihak. Melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Dalam arti pelajar yang bersalah perlu diberi pembinaan, dan demikian juga jika ada wartawan yang terlibat tindak kekerasan juga harus segera diproses.
Seluruh pihak harus introspeksi dengan memberikan keteladanan akan pentingnya harmoni serta penyelesaian masalah dengan damai. Mempunyai pikiran sehat, perasaan positif dan niat atau itikad baik untuk menyelesaikan konflik tersebut agar tidak berkelanjutan.

nb :
"ini kemaren salah satu tugas mata kuliah dan ngutip juga tapi lupa nama artikel dan blog nya, mohon maaf kalau tidak mencantumkan referensinya "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar