Halaman

Rabu, 24 Oktober 2012

Diksi, Idiom, & Peribahasa

A. Diksi

Secara ringkas, diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita mereka. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi  juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. 

Perbendaharaan kosa kata yang banyak akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan dalam bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Apakah  bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung maksud penulis, atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan tambahan? Demikian pula masalah makna kata yang tepat meminta pula perhatian penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna tiap kata dari waktu ke waktu, karena makna tiap kata dapat mengalami pula perkembangan, sejalan dengan perkembangan waktu.

Ketepatan pemilihan kata mempersoalkan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis. Untuk mencapai ketepatan pemilihan kata, ada beberapa hal perlu diperhatikan:
  • Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata denotatif dan konotatif dibedakan berdasarkan maknanya. Kata konotatif memiliki makna tambahan atau nilai rasa. Jika kita dihadapkan pada dua kata yang memiliki makna yang mirip, kita harus menetapkan salah satu yang paling tepat untuk mencapai suatu maksud. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkan, kita harus memilih kata denotatif; kalau kita menghendaki reaksi emosional tertentu, kita mempergunakan kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya.
  • Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya sehingga tidak timbul salah interpretasi.
  • Bedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
  • Gunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. Kata-kata indra: pengecap: manis, asam, asin, pahit, pedas; peraba: halus, kasar, lembut; pendengaran: detak, debur, debar, dengung, desir, derap, detik, desas, desus, desah, derai; penglihatan: silau, kelam, kemilau, remang, kabut, kilat, kelap-kelip; penciuman: harum, apak, basi, wangi, dsb.
  • Perhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
  • Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh), dan syarat (ketentuan).
  • Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menentukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak mengetahui, bergaya intelektual.
  • Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi.
  • Menggunakan kata0kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
  • Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya: isu (berasal dari bahasa inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus).
  • Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan berenang).

B. Idiom
Secara umum idiom merupakan bahasa yang telah teradatkan,, artinya, bahasa yang sudah dipakai seperti itu dalam suatu bahasa oleh para pemakainya.Karena idiom itu bahasa yang teradatkan, walaupun kadang idiom itu terasa aneh, orang tidak bisa lagi merasakn kejanggalannya atau keanehannya.
Contoh :  Orang Indonesia mengartikan bahwa naik daun itu mujur.
Karena hubungan makna idiom dengan kata pembentuknya sering tidak lagi jelas atau makna iti bukan makna sebenarnya kata tersebut , idiom tidak dapat dialihbahasakan secara harfiah kedalam bahasa lain. Misalnya, idiom duduk perut dalam bahasa Indonesia yang artinya ‘hamil’ (Wanita itu sedang duduk perut) tak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan mencari dalam kamus kata ‘duduk’ lalu ‘perut’, kemudian menjajarkannya seperti bahasa Indonesia itu , Artinya , tentu akan terasa sangat aneh dalam bahasa asing itu. Hendaknya diterjemahkan menurut arti sebenar-nya (arti ungkapan itu), atau menggantinya dengan ungkapan dalam bahasa itu yang semakna dengan idiom bahasa Indonesia itu .

C. Peribahasa
Peribahasa adalah bahasa berkias berupa kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu.
 Berdasarkan isinya, peribahasa mencakup
1.     Pepatah adalah peribahasa yang berisi nasehat atau ajaran dari orang tua(leluhur)
Contoh :      Seperti ilmu padi , kian berisi kian runduk.
 artinya : Orang yang pandai atau berilmu biasanya tidak sombong.
2. Perumpamaan merupakan peribahasa yang berisi perbandingan. Biasanya menggunakan kata seperti, bagai, bak, laksana, umpama, dan bagaikan.
Contoh :     Seperti air dengan minyak.
artinya : Tidak pernah cocok atau bersatu.
3.       Pemeo adalah peribahasa yang berupa semboyan.
Contoh :      Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
4.     Ungkapan adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan suatu maksud dengan arti kiasan seperti melihat bulan, datang bulan yang berarti haid, celaka tiga belas yang berarti celaka sekali.
Contoh  :  Buah ratap = ‘isi ratapan’,  Buah baju = ‘kancing baju’

3 komentar: